Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan pribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun (pengecekan) terlebih dahulu sebelum mempercayai apalagi meresponnya secara negatif. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [QS. Al-Hujurat (49): 6]
Fadhilah dan Manfaat
Ada banyak nilai dan manfaat yang diperoleh seorang muslim bila dia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain. Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik. Hal ini karena berbaik sangka dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada kendala-kendala psikologis yang menghambat hubungan itu.
Kedua, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama. Karena buruk sangka akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, sebagaimana difirman Allah dalam QS. Al-Hujurat (49): 6 di atas.
Ketiga, selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum bisa mencapainya. Hal tersebut memiliki arti yang sangat penting, karena dengan demikian jiwa kita menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang bisa berkembang pada dosa-dosa baru sebagai kelanjutannya. Ini berarti kebaikan dan kejujuran akan mengantarkan kita pada kebaikan yang banyak dan dosa serta keburukan akan mengantarkan kita pada dosa-dosa berikutnya yang lebih besar lagi dengan dampak negatif yang semakin banyak.
Kerugian Berburuk Sangka (Su’uzh Zhan)
Manakala kita melakukan atau memiliki sifat berburuk sangka, ada sejumlah kerugian yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
1. Mendapat Nilai Dosa
Berburuk sangka jelas-jelas merupakan dosa, karena disamping kita tanpa dasar yang jelas sudah menganggap orang lain tidak baik, berusaha menyelidiki atau mencari-cari kejelekan orang lain. Juga akan membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala sesuatu yang buruk tentang orang lain yang kita berburuk sangka kepadanya. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.” [QS. Al-Hujurat (49): 12]
2. Dusta Yang Besar
Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi, karena apa yang kita kemukakan merupakan suatu dusta yang sebesar-besarnya. Hal ini disabdakan oleh Rasulullah saw., “Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta.” (HR. Muttafaqun alaihi)
3. Menimbulkan Sifat Buruk
Berburuk sangka kepada orang lain tidak hanya berakibat pada penilaian dosa dan dusta yang besar, tapi juga akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat buruk lainnya yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan pribadi maupun hubungannya dengan orang lain. Sifat-sifat itu antara lain ghibah, kebencian, hasad, menjauhi hubungan dengan orang lain, dan lain-lain.
Dalam satu hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran, dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta, dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari)
Larangan Berburuk Sangka
Karena berburuk sangka merupakan sesuatu yang sangat tercela dan mengakibatkan kerugian, maka perbuatan ini sangat dilarang di dalam Islam sebagaimana yang sudah disebutkan pada surat Al Hujurat ayat 12. Untuk menjauhi perasaan berburuk sangka, maka masing-masing kita harus menyadari betapa hal ini sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan sesama muslim. Disamping itu, bila ada benih-benih perasaan berburuk sangka di dalam hati, maka hal itu harus segera diberantas dan dijauhi karena itu berasal dari godaan setan yang bermaksud buruk kepada kita. Dan yang penting lagi adalah memperkokoh terus jalinan persaudaraan antar sesama muslim agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan malah berburuk sangka.
Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab r.a. menyatakan, “Janganlah kamu menyangka dengan satu kata pun yang keluar dari seorang saudaramu yang mukmin kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahwa kata-kata itu mengandung kebaikan.”
Demikian hal-hal pokok yang harus mendapat perhatian kita dalam kaitan dengan sikap husnuzhzhan (berbaik sangka).
BERANI KARENA BENAR
Umair bin Abi Waqqash mengendap-endap menuju barisan pasukan kaum muslimin. Sesaat ia tertegun memandangi kakaknya-Sa’ad- yang memergokinya, lalu ia berujar, “Aku khawatir jika Rasulullah melihatku, Beliau SAW menganggapku masih kecil, kemudian Beliau SAW menyuruhku pulang. Padahal aku ingin sekali bisa keluar berjihad. Semoga ALLAH mengaruniakan kesyahidan kepadaku.”
Menuturkan kebanggaan atas sikap adiknya, Sa’ad berkata, “Kemudian aku sendiri menyarungkan pedangnya.” Dan doa itu makbul. Didengar oleh Yang Maha Mendengar. Umair syahid di usia 16 tahun. Alhamdulillah.
Umair tidak sendiri. Bersamanya ada ribuan pemuda Islam yang berani berjuang di jalan ALLAH. Ada Zaid bin Haritsah, Zaid bin Arqam, Abu Sa’id Al-khudri, Abdullah bin Umar, Usamah, dan masih banyak lagi.
Alangkah indahnya kisah-kisah para pemberani itu. Tegang, mendebarkan sekaligus wangi. Mereka para mujahidin dan musyahidin telah berani memilih nilai dan prinsip sebagai pijakan hidup dan teguh membelanya. Sebagaimana firman ALLAH SWT, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23)
HANYA DENGAN KEBERANIAN
Jalan Istiqomah hanya dapat dilalui oleh para pemberani. Berani menentang hawa nafsu, karena kebenaran itu umumnya berseberangan dengan hawa nafsu. Juga berani menyelisihi kesesatan meski telah mendominasi bumi.
Dakwah Islam hanya mampu dipikul oleh da’i yang menghadapi rintangan, penolakan, gangguan, celaan dan bahkan permusuhan. Maka tiada seorang Rasul pun kecuali dia seorang pemberani. Begitupun orang-orang yang melanjutkan perjuangan mereka. ALLAH menyebut mereka sebagai generasi yang mencintai ALLAH dan ALLAH pun mencintai mereka, salah satu cirinya adalah, “Wa laa yakhafuna laumata laa’im”, tidak takut celaan orang yang suka mencela. (QS. Al-Maidah: 54).
Ibnu Katsir menafsirkan, “yakni celaan orang tidak menghentikannya untuk taat kepada ALLAH, menegakkan hukum-NYA, memerangi musuh-musuh-NYA, menyeru kepada yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, tak ada suatu apapun yang sanggup menghalangi mereka untuk berbuat seperti itu.”
Jannah hanya layak diberikan kepada orang yang berani menempuh jalan yang penuh onak dan duri, mendaki tebing yang terjal dan curam. Karena jannah tertutup oleh dengan berbagai hal yang tidak menyenangkan.
Alangkah indah nasihat Ali bin Abi Thalib, “Ada enam hal, apabila terdapat pada diri sesorang maka dia betul-betul memburu jannah dan lari dari neraka. Yakni orang yang mengenal ALLAH, mengenal kebenaran lalu mengikutinya, mengenal jannah lalu antusias mengejarnya, mengenal setan lalu memusuhinya, mengenal dunia lalu zuhud daripadanya, an mengenal neraka lalu menjauhinya.
Betapa banyak orang yang telah mengenal ALLAH, namun berat untuk taat kepada-NYA. Takut sedikit temannya, takut kehormatannya jatuh di mata orang, takut kecaman orang, takut terkurangi harta bendanya.
MENJADI KUAT DAN BERANI
Dalam pandangan Islam seorang mukmin itu hanya ada dua jenis, Qowiy (kuat) atau dha’if (lemah). Dan ALLAH lebih mencintai mukmin yang kuat daripada yang lemah. Kuat yang dimaksud adalah orang yang kuat dalam berpegang teguh kepada tali ALLAH dan tujuan utamanya adalah kehidupan akhirat. Orang kuat seperti inilah yang berani dan mampu menghadapi ujian terberat, berani menanggung susahnya hidup, pedihnya perjuangan dan segala resiko duniawi saat melaksanakan perintah ALLAH dan Rasul-NYA.
Untuk menjadi kuat dan berani itu harus memiliki beberapa hal, seperti tersebut di bawah ini:
Adanya Kekuatan Ilmu
Dengan ilmu yang memadai akan tersedia kemampuan untuk mengetahui kebenaran sesuatu hal. Ini akan mendorong seseorang berani berbuat, dengan data yang memadai dia berani mengambil keputusan dan menanggung resiko dari perbuatannya. Orang yang mengetahui bahwa setiap infaq yang dikeluarkan di jalan ALLAH akan mendapatkan balasan serupa sebutir benih yang ditanam kemudian tumbuh menjadi tujuh tangkai yang setiap tangkainya terdapat seratus bulir, maka ia tidak akan takut mengeluarkan hartanya sebanyak mungkin di jalan ALLAH. Jadi semakin berilmu seseorang kemungkinan keberaniannya semakin kuat. Juga sebaliknya semakin bodoh seseorang makin takut untuk berbuat.
Kebersihan Tauhid
Karena kalimat La ilaha illallah yang benar-benar difahami dengan kebersihan dan kejujuran hati, akan membuat manusia menjadi berani. Ketakutan yang membuat manusia jadi pengecut, secara umumkarena dua hal, cinta kepada diri sendiri, harta dan keluarga serta keyakinan akan adanya sesuatu yang dapat membahayakan dan mematikan manusia. Kebersihan tauhid akan menjadikan manusia bertawakal, berdoa, takut dan berharap hanya kepada ALLAH. Membuatnya siap menghadapi berbagai resiko, sebab dia menyakini keesaan ALLAH. Apapun yang nanti dihadapinya, ia yakin adalah pilihan ALLAH baginya dan dia ridho atas ketentuan ALLAH. Sehingga segala hal selain ALLAH tidak mampu membuatnya takut dan lari; pasukan pendosa, pedang terhunus, ledakan bom apalagi hanya sekedar caci maki manusia bodoh. Alangkah beraninya orang yang beriman itu.
Melaksanakan Berbagai Ibadah
Amal ibadah akan membentuk rasa (dzauq) hati. Hati akan menyukai kebenaran dan kebaikan, juga akan menyalakan kegelisahan saat diri cenderung kepada dosa dan maksiat. Makin bersih hati makin berani seseorang dalam bertindak, membela keyakinan dan teguh dalam kebenaran.
Menjauhi Dosa dan Maksiat
Adapun dosa dan maksiat keduanya meracuni dan menyakiti bahkan mematikan hati, juga melemahkan keinginan untuk berbuat baik.